Bidadari Tanpa Sayap




Oleh Muhammad Natsir Tahar

Bidadari Tanpa Sayap menjadi metafora untuk menyebut wanita pemilik hati seputih malaikat. Apakah itu ibu atau isteri yang tulus menyinta. Dengan demikian, dalam imaji sebagian orang, sosok bidadari itu – ternyata - punya sayap.

Seperti ditulis dalam syair lagu, puisi dan ilustrasi yang kian sohor belakangan ini. Landskap kehidupan akhirat menjadi demikian spekulatif. Sebagian menjadi terlalu berani atau hanya ikut – ikutan.

Dalam terminologi Islam, Bidadari dan malaikat adalah dua jenis makhluk Tuhan yang sangat berbeda baik secara fisik, fungsi dan asal penciptaannya. Tapi dalam kamus Inggris, Angel diterjemahkan sebagai malaikat dan juga bidadari.

Mungkin ini yang menjadi dasar orang Indonesia – yang sebagian besar Muslim – ikut latah menyebut bidadari sebagai punya sayap, akibat mengambil begitu saja subtitle dari dunia Barat.   

Bidadari surga dalam teks – teks Islam disebutkan sebagai wanita – wanita sebaya bagai mutiara yang tersimpan, bermata jeli lagi setia dan belum tersentuh tangan – tangan (manusia). Kulitnya sebening Yaqut dan seputih Marjan.

Dalam riwayat dijelaskan bahwa Bidadari diciptakan dengan tetesan hujan dari awan di bawah Arsy dan dibentuk sebagai gadis perawan dan terus perawan. Tidak ditemukan teks baik Quran maupun hadis yang menyebutkan Bidadari Surga punya sayap seperti malaikat.

Sedikit bermain logika, Bidadari dengan sayap akan terlihat canggung bahkan menyulitkan penghuni surga, ketika mereka harus dibaringkan di atas dipan. Bidadari dengan sayap akan membatalkan fantasi para calon surga, yang mendambakan istri sebagai penyempurnaan sesempurna – sempurnanya wanita bumi.

Maka sayap itu akan sangat membuyarkan angan – angan. Bayangan indah nirwana seketika ditubruk sesosok makhluk bersayap, apakah itu seumpama kuda Pegasus, kupu – kupu raksasa, atau bahkan Succubus, makhluk jelita bersayap dalam mitologi Barat yang mengisap energi lelaki pemujanya.

Saya tidak berani untuk masuk ke dalam cara pandang keyakinan lain tentang ciri Bidadari. Tapi sebagai Muslim, saya sudah berusaha mencari teks – teks eksplisit yang menguatkan pengambaran tentang sayap Bidadari, dan itu tidak ditemukan atau saya belum mampu menemukan. Tolong ingatkan  saya – yang naif ini - jika ada yang menemukan dalil – dalilnya.

Saya ingin mengingatkan diri sendiri untuk tidak terlalu maju atau terlalu mundur dalam menyerap informasi yang menyentuh akidah. Seperti angin yang bertiup kencang, apakah kita harus selalu terjungkal atau menguatkan diri atau bahkan mengumpulkan energi untuk bergerak ke arah berlawanan.

Kita tidak seberuntung bangsa Arab yang membaca Quran dalam bahasa sendiri. Sudahlah tak beruntung, kita bahkan tak pernah tahu diri. Tuhan berbicara kepada kita lewat kitab suci, lalu kita bersenandung, khusuk dan tak peduli.

Kita mungkin telah menzalimi diri sendiri dengan tak pernah ingin ambil tahu apa yang ingin Tuhan sampaikan kepada kita. Kita secara rutin memperlombakan senandung firman Tuhan itu untuk merebut tropi dunia, bukan pada konteksnya kitab suci itu diciptakan.

Bandingkan dengan novel impor, segegas – gegasnya kita mencari edisi terjemahannya. Anggaplah kita tak pernah tahu Bahasa Inggris, maka silakan pilih acak novel mendunia semacam The Chronicles of Narnia karya C.S Lewis atau The Night Trilogy punya Nora Roberts, bacalah dalam edisi aslinya. Bacalah sambil berdendang fasih. Maka seperti itulah kita memperlakukan kitab suci, tentunya khusus bagi kita yang tak paham Bahasa Arab dan enggan membaca kitab tafsir.

Bidadari Tanpa Sayap hanyalah sebentuk metafora yang selalu diselimuti oleh fantasi. Hampir semua pengambaran bidadari mencantumkan sayap di punggungnya. Seakan sudah menjadi konklusi dunia bahwa Bidadari pastilah punya sayap dan bergaun putih. Hampir tanpa bantahan.

Bidadari tak bersayap datang padaku
Dikirim Tuhan dalam wujud wajah kamu
Dikirim Tuhan dalam wujud diri kamu

Sungguh tenang ku rasa saat bersamamu
Sederhana namun indah kau mencintaiku
Sederhana namun indah kau mencintaiku

Demikian penggalan lirik lagu Bidadari Tak Bersayap yang dinyanyikan Anji dengan keyakinan penuh. Kita juga tentunya, termasuk pelantun kitab suci dan pemburu novel terjemahan.~MNT






Comments