Reses dan Tebar Pesona Jelang Pilkada



Oleh Muhammad Natsir Tahar

Ada baiknya kita mulai menyimak secara intens pergerakan roda politik menjelang klimaks di 2014. Ada gejala di mana para politisi sedang unjuk diri. Gejala ini dapat dimahfumi, karena masing – masing politisi memang harus membangun citra positif agar terpilih (kembali) pada ajang Pemilu yang dipastikan berlangsung April 2014 nanti.

Yang menjadi soal adalah sejauh mana kecerdasan politik rakyat untuk mampu memilah-milah mana yang baik dan yang tidak. Ada pengalaman, pada pemilu yang sudah – sudah, beberapa di antara konstituen mengaku menyesal dengan pilihannya. Ternyata “si Bapak” tak aspiratif, janji kampanye meleset, dan tampak sombong setelah jadi.

Kesalahan memilih dalam proses pemilu yang hanya berlangsung lima menit, dapat berakibat tidak baik selama lima tahun. Kesalahan itu sejatinya tidak diulang, karena keledaipun tak ingin terperosok ke dalam lubang yang sama. Caranya telitilah sebelum membeli. Jangan silau oleh tebar pesona, propaganda dan kamuflase. Untuk itu kita membutuhkan kemampuan untuk “membaca” manuver sang politisi. Misalnya, politisi kagetan yang tampak baik menjelang Hari H, perlu diwaspadai.

Kegiatan Reses anggota dewan ke Daerah Pemilihan (Dapil) yang tersiar di koran belakangan ini terkesan dibesar-besarkan dan agak beraroma wangi. Apakah ini bagian dari upaya merias diri, penilaian ada di tangan publik. Reses merupakan salah satu tugas anggota dewan untuk menyerap aspirasi di wilayah pemilihan. Untuk itu mereka diliburkan dari tugas rutin dan dibekali uang saku. Tidak ada yang istimewa sebenarnya.

Jangan salah menginterprestasikan sebuah fenomena di depan muka. Coba diingat-ingat lagi track record para legislator itu, cari yang benar – benar bersih. Kategori bersih mungkin seperti ini, yang menolak suap, yang tidak doyan jalan – jalan dengan duit SPPD, yang tidak memeras pengusaha, yang tidak main proyek, yang tidak menekan kepala dinas untuk minta setoran , yang tidak mengeksploitasi pembahasan perda, yang tidak hiprokrit, yang tidak arogan, yang tidak eksklusif yang… tidak…tidak apa lagi?

Publik harus mulai mengoreksi kesalahan masa lalu dengan benar – benar memberikan hak suaranya kepada figur yang paling ideal. Amat sulit memang, so we have to be! ~MNT

Comments