Oleh Muhammad Natsir Tahar
Batam
dalam pandangan sebagian orang adalah kampung nelayan tradisional yang
tiba-tiba saja menjadi kota besar. Tidak lebih daripada itu. Ada benang merah
sejarah yang terputus ketika orang mulai berbondong-bondong ke Batam mencari
sumber penghidupan baru di awal 70-an. Batam makin lama makin sesak oleh
pendatang. Mereka bercampur baur dan mengikat diri menjadi warga Batam yang
baru dengan pandangan lurus ke depan, tanpa
merasa perlu menoleh ke belakang, melihat sejarah.
Sejarah
Batam terkubur oleh dinamika industrialisasi yang progresif. Hikayat, aksioma,
sastra klasik bahkan mitologi sebagai anasir sejarah Batam yang tak
terdokumentasi bersembunyi di kampung-kampung tua pesisir menjadi sebatas
cerita dari mulut ke mulut. Sebagian lainnya menjadi enigma orang-orang kota.
Sampai kemudian banyak khalayak menganggap: titik nol kilometer Pulau Batam
bermula ketika keran industrialisasi modern dibuka, untuk tidak mengatakan
sebelum itu Batam tidak pernah ada.
Nama
Batam hampir tidak disebut-sebut dalam literatur sejarah nasional. Barangkali
akibat terlambatnya ahli-ahli sejarah Tanah Air membicarakan tentang era
Kesultanan Riau Lingga Johor karena sempat ‘dicurigai’ sebagai keluarga besar
Semenanjung Malaysia. Ini agaknya yang menjadi musabab mengapa patriot-patriot
Melayu Kepulauan Riau sangat belakangan diangkat menjadi Pahlawan Nasional.
Tentang
Batam masa lalu kurang dianggap penting sampai kita semua mulai sibuk mencari
referensi ilmiah dan abstraksi empiris untuk menentukan Hari Jadi Pulau Batam.
Sebuah manuskrip yang lama tersimpan bercerita tentang Pengukuhan Raja Isa
sebagai pemegang mandat atas Nongsa dan rantau sekitarnya oleh Sultan Riau
Lingga dan Yang Dipertuan Muda Riau (YDMR) pada tarikh 22 Jumadil Akhir 1245
Hijriah bertepatan 18 Desember 1829 Miladiah. Daulat Raja Isa terhadap Nongsa
lebih dari seabad sebelum Indonesia mardeka menjadi pijakan historis yang kukuh
lahirnya Pulau Batam.
Penentuan
momen ini bukan kerja main-main dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Raja Isa-lah yang pertama sekali menyusun pola pemerintahan dan perencanaan
pembangunan yang sistemik di Pulau Batam. Dari jurnal De Battam Archipel yang
dibuat seorang ambtenaar pemerintah kolonial Belanda bernama J.G. Schot pada
1882 misalnya diuraikan, lebih dari lima dasawarsa sejak Raja Isa memerintah
(wafat 1831), sebuah perencanaan matang untuk membuat jaringan jalan yang
menjadi penghubung kampung-kampung di Batam sudah selesai dikerjakan.
Di
antaranya adalah jalan yang membentang antara Sei Lekop, Batoe Hadji (Batuaji),
Tiban, Keranji dan Telok Senimba. Begitu pula jalan dari Tiban ke Sungai Panas
dan Kampung Belian. Selain itu jalan dari Senggoenoeng ke arah Telok Tering
serta Asiamkang. Bahkan bentangan jaringan jalan tanah dari Sungai Panas ke
arah Kangboi melewati bagian Selatan Bukit Ladi arah Batoe Hadji yang diikuti
jaringan jalan dari Duriangkang ke arah Tiban dibuat tanpa terputus.
Batam
ketika itu juga sudah dimekarkan menjadi tiga bagian, selain Nongsa yang otonom
ada dua wakilscap yakni Pulau Buluh, Belakang Padang dan sekitarnya serta
Wakilscap Sulit, terdiri dari pulau-pulau kecil meliputi Kepala Jeri, Kasu,
Sugi, Moro, Sanglar dan lain – lain yang langsung di bawah kendali YDMR Raja
Muhammad Yusuf di Penyengat.
Untuk
sedikit menjawab enigma para kaum urban tentang Batam masa lampau, dalam
tulisan ini secara kronologis alur bentang sejarah Batam dapat dipaparkan
sebagai berikut:
TINJAUAN
HISTORIS PULAU BATAM
Fase
Pra Kemerdekaan
Embrio
Batam – Zaman Pra Sejarah
Belum
ditemukan bukti-bukti empiris tentang adanya manusia pra sejarah yang mendiami
Pulau Batam. Namun wilayah ini amat berhampiran dengan Selat Malaka yang
menjadi bagian penting dari bentangan Nusantara. Kira-kira 1,7 tahun yang lalu
Nusantara mulai memasuki garis waktu pra sejarah yang tercatat sebagai literasi
arkheolog.
Imperium
Melayu Klasik dan Masuknya Islam di Tanah Melayu
Secara
kronologis wilayah Batam tercakup dalam peradaban Kerajaan Sriwijaya (Abad VI
sampai XIX), Temasik atau Singapura Tua (Abad XIII hingga XIV) dan Kesultanan
Melaka (Abad XV sampai XVI). Dalam pola tradisi maritim dan nilai geografis,
ketamadunan Melayu Nusantara didapati berputar di bagian Selat Melaka dan
rantau sekitarnya. Di sini pulalah punca masuknya peradaban Islam di tanah
Melayu karena berada dalam jalur perdagangan internasional.
Batam
dalam Hegemoni Kolonial
Ketemenggungan
Bulang
Kedudukan
Temenggung di Bulang bermula sejak 1722 hingga 1819. Tokoh sentral pada fase
ini bernama Temenggung Abdul Jamal putera Tun Abbas seorang Dato’ Bendahara
dari Johor.
Sekelumit
Peta Pelayaran VOC 1675 dan Traktat London 1824
Dalam
lembaran sejarah nasional, nama Batam tidak banyak disebut. Namun ahli sejarah
lokal meyakini, manuskrip dan berkas-berkas bernilai sejarah yang menyebut
tentang Batam baik yang ditulis oleh pujangga Melayu seperti Raja Ali Haji dan
penulis asing dari Belanda banyak tersimpan di Perpustakaan Leiden bahkan juga
ada yang diperjualbelikan di bawah tangan. Nama Batam paling tidak pernah
tertulis dalam Peta Pelayaran Kapal Dagang VOC pada tahun 1675 selain juga
termaktub dalam dokumen Traktat London pada tahun 1824.
Mandat
kepada Raja Isa di bawah YDMR – Kerajaan Riau Lingga
Sebuah
Surat Mandat yang menjadi daulat kepada Raja Isa untuk memerintah Nongsa dan
rantau berhampiran menjadi titik penting bermulanya sistem pemerintahan di
Batam. Momen ini kemudian diabadikan sebagai Hari Jadi Kota Batam.
Tapak
– tapak pembangunan Pulau Batam dari Laporan G.J. Schot
Dari
jurnal De Battam Archipel yang dibuat seorang ambtenaar pemerintah kolonial
Belanda bernama J.G. Schot pada 1882 ditulis secara rinci adanya jaringan jalan
setapak yang menghubungkan kampung-kampung tua di Batam. Disebutkan bahwa
jaringan jalan tersebut direncanakan pada masa kepemimpinan Raja Isa.
Lahirnya
Kampung – kampung Tua
Secara
alami sejak bermulanya sistem pemerintahan tradisional pra kemerdekaan, di
Batam mulai muncul kampung-kampung pesisir yang pernah dibuka oleh para kerabat
di Raja Kesultanan Riau Lingga hingga rakyat jelata. Beberapa nama kampung tua
tersebut sebagian besar masih digunakan hingga sekarang dan eksistensinya tetap
dipertahankan
Manusia
Batam dan Fenomena Suku Primitif
Batam
tercatat sebagai bagian dari imperium Kesultanan Riau Lingga yang penduduknya
disebut sebagai orang Melayu. Adanya asimilasi Melayu – Bugis dan kemudian
membaur bersama suku-suku lainnya secara alami sudah terjadi di masa-masa awal.
Selain itu arkheolog dan sejumlah saksi sejarah menemukan dan mencatat fenomena
suku-suku primitif yang pernah mendiami tanah Batam di antaranya Suku Pedalaman
Hutan, Sakai, Mantang, Jakun dan Benan. Sementara di wilayah perairan terdapat
Suku Laut yang masih eksis hingga saat ini.
Industrialisasi
Klasik Raja Ali Kelana dan Perkembangan Singapura
Sebelum
industrialisasi modern dibuka, Batam yang strategis juga pernah dijadikan basis
industrialisasi klasik untuk memasok kebutuhan bagi Singapura dan sekitar
Kepulauan Riau. Beberapa di antaranya adalah pabrik pembakaran arang,
pengolahan sagu gambir serta yang paling fenomenal adalah pabrik bata dengan
merk “BATAM” yang dikelola oleh Raja Ali Kelana.
District
van Batam di Pulau Buluh
Setelah
Kedaulatan Nongsa, di Pulau Buluh terdapat sistem pemerintahan baru yang
dipimpin oleh seorang Amir. Oleh Belanda wilayah ini disebut sebagai District
van Batam yang kemudian berlanjut menjadi ibukota kecamatan pasca kemerdekaan.
Patriotisme
Pahlawan Melayu – Bugis
Bagian
terpenting yang tidak terpisahkan dari sejarah Pulau Batam adalah munculnya
patriot-patriot Melayu dan keturunan Bugis di masa kolonialisasi Eropa.
Tercatat beberapa nama seperti Laksmana Hang Nadim, Raja Haji Fisabilillah dan
Sultan Mahmod Riayat Syah.
Kisah
Dramatis di Zaman Penjajahan Jepang
Masa
pendudukan Jepang menjadi catatan hitam dalam sejarah Indonesia Raya. Dalam
waktu relatif singkat Jepang telah membuat porak poranda tak terkecuali di
Batam. Kisah-kisah dramatis ini terekam dalam sejarah Pulau Batam.
Fase
Pasca Kemerdekaan
Batam
dalam Masa-masa Sulit
Situasi
ekonomi dan politik nasional pasca kemerdekaan ikut berimbas ke Batam. Batam
memasuki masa-masa sulit karena intimidasi bersenjata dari pasukan sekutu yang
dikenal sebagai zaman agresi. Pasokan kebutuhan pangan menipis dan kemiskinan
merajalela.
Terbukanya
Hubungan Dagang Tradisional dengan Singapura
Nilai
strategis dan psikografis Pulau Batam mengikat hubungan dagang klasik dengan
Semenanjung Malaya khususnya Singapura. Di masa ini marak digunakan mata uang
Dollar Singapura dan perdagangan lintas batas antara Batam dan Singapura
menjadi simbiosa mutualis.
Cerita
Dramatis Masa-masa Konfrontasi
Presiden
Soekarno mengobarkan semangat Ganyang Malaysia. Masa ini dikenal dengan era
konfrontasi. Batam yang berbatasan langsung dengan Malaysia dijadikan basis
strategi militer tentara KKO (Korps Komando Operasi). Banyak kisah-kisah
dramatis era konfontasi yang bernilai sejarah. Namun ada berkah yang muncul,
Batam mulai dilirik Jakarta. Soekarno berpesan kepada Jenderal Soeharto untuk
memberikan perhatian khusus kepada Batam yang amat berhampiran dengan pusat
perdagangan dunia, Selat Malaka dan Singapura.
Berkembangnya
kampung – kampung pesisir Batam
Hampir
seluruh nama-nama tempat di Batam berasal dari masa lalu dan memiliki cerita
tersendiri. Penamaan tersebut berasal dari kampung-kampung yang pernah ada di
Pulau Batam. Sebagian di antaranya dilestarikan sebagai kampung tua, namun
beberapa yang lainnya menjadi sentra urban. Kampung-kampung ini semakin
berkembang dalam periodesasi migrasi tahap pertama dan kedua.
Camp
Pengungsian Vietnam di Galang
Pulau
Galang yang berada dalam gugus Barelang pada 1975 hingga 1996 menjadi tempat
persinggahan para manusia perahu yang eksodus besar-besaran dari Vietnam akibat
perang saudara. Tercatat sekitar 250.000 jiwa yang tersebar di pulau-pulau
berhampiran disatukan di Galang dalam areal seluas 80 hektar. Oleh UNHCR,
Galang resmi dijadikan camp pengungsian Vietnam hingga perang reda.
Fase
Industrialisasi
Wasiat
Soekarno pada Jenderal Soeharto
Dalam
salah satu pidatonya di masa konfrontasi yang disiarkan RRI, Presiden Soekarno
secara tegas menyebutkan telah mempersiapkan sebuah kawasan terdekat untuk
menyaingi Singapura. Meski nama Batam tidak disebutkan secara eksplisit, namun
Jenderal Soeharto menerjemahkan hal itu agar memberi perhatian khusus kepada
Pulau Batam.
Gemerlapnya
Pulau Sambu di Masa Lalu
Pada era
tahun 1940 – an Pulau Sambu sudah berkembang menjadi perkampungan yang ramai.
Wilayah ini menjadi storage tank oil oleh perusahaan perminyakan Royal Dutch
Shell sejak tahun 1927. Orang – orang kapal yang menyinggahi perairan Indonesia
waktu itu mengidentikkan Indonesia dengan Sambu Island.
Dibanding
dengan Batam di kala itu, Sambu diibaratkan sebagai pusat kota dan hiburan.
Pulau Sambu tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan Batam dan beberapa
tahun setelah itu gemerlap kehidupan Sambu menular ke Batam khususnya wilayah
Sekupang, Jodoh dan Batu Ampar.
Langkah
– langkah Strategis Pengembangan Batam
Ketika
estafet pemerintahan beralih ke Soeharto, Presiden RI kedua ini mulai menyusun
langkah-langkah strategis bagi pengembangan Batam. Dimulai dengan menetapkan
Batam sebagai oilbase Pertamina.
Tetesan
Minyak Pertamina jadi Pondasi Infrastruktur Awal
Di masa
ini ekspor minyak Indonesia sedang booming. Tetesan minyak Pertamina pun ikut
mengalir ke Batam guna dibangun infrastruktur awal berupa jalan, dermaga dan
fasilitas-fasilitas lainnya.
Otorita
Batam Lahir di Pulau Bertuah
Batam
menjadi grand strategy nasional karena letaknya yang sangat berhampiran dengan
jalur sibuk pelayaran dunia serta menjadi kembaran Singapura. Itulah tuah Batam
yang kemudian ditetapkan sebagai basis industrialisasi pada tahun 1971. Secara
teknis Batam dikelola oleh sebuah lembaga khusus bernama Badan Pimpinan
Pengembangan Industri Pulau Batam (BPPIPB) yang kemudian dikenal dengan sebutan
Otorita Batam (OB).
Daerah
Industri Pulau Batam dalam Visi Habibi
BJ
Habibie baru saja dipanggil dari Jerman untuk mengabdi kepada bangsa dan
negaranya ketika mendapat tugas khusus untuk meng-up grade Pulau Batam sehingga
memiliki daya saing. Visi-visi Habibie tentang Batam dalam fase ini sebagian
terlaksana, sebagian lainnya mengalami disorientasi akibat gelombang reformasi
dan pergantian kepemimpinan nasional.
Terbentuknya
Kota Administratif Batam
Batam
terus berkembang salah satunya ditandai dengan peningkatan populasi penduduk
yang drastis. Hal ini dipandang perlu untuk menjadikan Batam sebagai wilayah
Kota Administratif berdasarkan PP Nomor 34/1983 dengan walikota madya pertama
Ir Usman Draman.
Batam
Memasuki Era Otonomi Daerah
Ketika
Presiden Soeharto mundur pada 1998, Indonesia mulai memasuki fase reformasi.
Dalam masa peralihan kepimpinan nasional ini, pada tahun 1999 seluruh kawasan
di Indonesia mendapat hak otonomi yang dituangkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999.
Batam kemudian ditetapkan sebagai daerah otonomi khusus yang dipimpin oleh
seorang walikota defenitif, namun dalam pelaksanaan pembangunan dan investasi
melibatkan potensi-potensi yang dimiliki Otorita Batam.
Batam
Menuju Free Trade Zone
Meski
sebelumnya secara de facto kegiatan industrialisasi Pulau Batam sudah
menggunakan prinsip-prinsip FTZ, namun legitimasi secara masif baru diundangkan
pada tahun 2007. Diharapkan dengan berlakunya UU FTZ ini dapat menjadi
katalisator bagi Batam dan segitiga Batam, Bintan dan Karimun (BBK) untuk
semakin maju dalam menjemput dan menstabilkan iklim investasi.
Tanda-tanda
Kota Industri dalam Jejak Masa Silam
Batam
mendapat perhatian khusus karena posisi yang sangat strategis. Nilai plus ini
sudah terbaca oleh para pendahulu Batam, sehingga banyak peninggalan tapak
sejarah industri klasik yang pernah ada di Batam. Di antaranya adalah pabrik
Batam, pengelolaan dapur arang, gambir dan sagu. ~MNT
Comments