Berhentilah Berpikir!



Oleh Muhammad Natsir Tahar

Pikiran bisa lebih sibuk dari Frankfurt, kota tersibuk di dunia. Jumlah koneksi pikiran dalam otak lebih banyak dari jumlah atom sejagat dan lebih cepat dari kereta api tercepat di dunia. Manusia paling jenius hanya menggunakan 10 sampai 15 persen kemampuan otak mereka.

Jika ternyata bisa digunakan sampai 100 persen, para ahli otak berfatwa: manusia akan mampu menghapal seluruh jumlah atom yang ada di planet ini. Begitu dahsyatnya kemampuan otak manusia, lantas mengapa pula saya meminta Anda berhenti berpikir hari ini? Yuk mari..!

Sejak titik nol kilometer peradaban manusia, sejak itulah manusia sudah mulai berpikir. Mulai dari era mistik mitologis kemudian berangsur jadi logis rasional. Pikiran – pikiran telah mengubah dunia dan tabiat manusia. Pikiran bertali temali dalam konsep. Pikiran itu rapuh, konsep – konsep itu rapuh. Semakin banyak konsep diciptakan semakin banyak pula perlawanan dan kekacauan. 

Konsep hanya bertengger sebentar dari sejarah konstalasi umat manusia, sampai diciptakan konsep baru. Kecuali terjadi lompatan besar dalam revolusi berpikir, misalnya dari zaman kemenyan mitologis ke zaman menyambung huruf latin, konsep – konsep lebih baru akan diterima lebih cepat.

Bahwa pikiran telah banyak gunanya untuk membuat menara dan jembatan, itu betul. Tapi pikiran dan konsep telah menciptakan perang dan ketegangan uratleher. Satu konsep tercipta misalnya tentang klasifikasi ras atau pengakuan sepihak atas zona teritorial, membuat manusia terbunuh ribuan bahkan jutaan. Konsep – konsep tentang kesejahteraan puak atau klan dan tentang marwah mahkota diraja, membuat orang makin menajamkan senjatanya.

Konsep kecantikan dan dunia mode juga begitu. Zaman Firaun, wanita macam Cleopatra lah yang tercantik. Padahal sejumlah penyelidikan sejarah menyebut, ia pendekdan coklat. Di zaman Leonardo da Vinci, Mona Lisa pula gadis paling elok rupawan, padahal ia tambun dan pipinya penuh. 

Di zaman serat optik sekarang ini, wajah tirus dan tipis semampai lah yang jadi idola, padahal banyak pria mengaku, tipe minimalis begini tidak empuk dipeluk, dan membuat risau siapa saja ketika merekamulai tertiup angin kencang. Mungkin di masa depan, ketika Mark Zuckerberg sudah tinggal sejarah, wajah simetris tajamala robotik pula yang dikejar – kejar pria. Tidak takut kena setrumrupanya.

Kita yang bodoh ini menganut saja, apa – apa yang sudah didiktekan oleh entah siapa. Sampai – sampai ada yang muntah di toilet pesta, hanya untuk menjaga betisnya tidak lebih besar dari kaki meja. Demi menunjukkan ketaatan pada konsep kecantikan yang didiktekan itu, seseorang rela sekujur tubuhnya diganyang operasi plastik, disuntik, disayat, disumpal. Alis dicukur habis kemudian ditulisilagi serupa semula, apalah. Itu baru dari satu sisi, terlalu banyak sisigelap kehidupan yang dipaksakan oleh pikiran.Pikiran kita dan lebih selalu pikiran orang lain. 

Mazhab – mazhab ekonomi lebih banyak menciptakan kesengsaraan, penghisapan dan hutang. Karl Marx menyikut Adam Smith. Smith mengacungkan tinju ke mukaJohn Maynard Keynes, dan Keynes menyipitkan mata pada semua konsep ekonomi yang ada, lalumenandaskankonsepnya sendiri. 

Bukan tidak seluruhnya buruk, alih – alih saling menguatkan, masing – masing konsep dibuat untuk saling membantah. Ahli segala ahli bahkan tak pernah ingin holistik, mereka mengambil spesialisasi, makin parsial, makin mengkotak. 

Begitu banyak ahli tata negara, tapi tetap saja Indonesia hampir salah urus. Makin banyak ahli ekonomi, ahli hukum, politik, sosial, sejarah dan budaya, makin banyak pula yang terbengkalai. Semua bicara atas keahlian masing – masing berbalut kesombongan intelektual.

Semakin mereka banyak bicara, semakin kekacauan terjadi di mana – mana. Kenapa ini tidak selesai? Karena manusia tidak generalis, tidak sederhana, suka berpihak dan tak ingin rebah ke tanah. Akhirnya kepala berasap, urat leher menonjol dan apa – apa yang sudah dibicarakan selalu silang menyilang dengan konsep yang lain.

Manusia terlalu linier, terlalu prosedural dan ketika prosedur itu ditabrak, mereka menganggap teror telah terjadi. Begitu pula dalam kehidupan sehari – hari kita. Konsep adat istiadat, perspektif kanonik, petuah – petuah lama yang kita pegang, itulah yang menurut kita paling benar. Dan ketika konsep itu tidak segaris dengan realita yang kita hadapi, yang kemudian terjadi adalah berbantah – bantah, berbunuh – bunuh, paling kurang tak lagi bertegur sapa.

Maka saya mengajak, sehari ini saja atau kalau bisa kapan saja, kita berhenti berpikir. Jangan pernah berpikir jika tidak bisa mengubah apapun, atau hanya bertahan pada satu konsep usang dan memaksakan orang lain untuk berlaku serupa.Konsep kebenaran yang kita pegang teguh hari ini akan banyak bersinggungan dengan konsep kebenaran yang dianut orang lain. Dan pikiran – pikiran semacam itu tidak mampu menciptakan apapun bahkan hanya sekadar untuk menegakkan bendera. 

Neraka – neraka diciptakan, iblis – iblis dibiarkan menghasut, penjara – penjara dibangun ditiap kota dan algojo tukang cambuk dilahirkan di setiap zaman. Hidup ini sudah harmoni, sampai muncul manusia – manusia yang memaksakan konsepnya kepada orang lain. Mengapa kita menyimpan dendam, saksawasangka, kebencian bahkan teror atas alasan menegakkan kebenaran. Apakah Tuhan menyuruh begitu?

Coba periksa kembali, sudah benarkan konsep yang kita pegang teguh hari ini. Apakah pikiran – pikiran kita sudah bersih dan lepas dari kepentingan – kepentingan. Pastikan apakah pikiran kita sudah merdeka, atau sedang berada dalam jajahan konsep yang diciptakan sembarang orang. 

Apakah pikiran kita sudah lepas dari trauma masa lalu, dendam, kebencian patologis, cemas, curiga, imperior, superior, rasis, fasis dan segala bentuk penyakit psikologis lainnya? Jika masih ada, kosongkan pikiran Anda, segeralah berhenti berpikir dan hiruplah udara kebebasan lebih banyak di luar sana. Karena pikiran – pikiran semacam itu hanya akan menciptakan penderitaan batin.

****

Beberapa ahli menerangkan tentang otak kanan, otak tengah dan gelombang otak. Mereka mendebat cara berpikir yang hanya mengandalkan otak kiri, logika dengan kesadaran penuh yang berada di gelombang alpha. Dengan terlalu mengandalkan otak kiri, manusia cenderung stres, depresi dan seterusnya.

Alam sadar hanyalah puncak gunung es, sedang alam bawah sadar adalah gunung sebenarnya dan memiliki kemampuan dahsyat untuk mewujudkan keinginan – keinginan manusia. Berpikir dengan otak kanan, menurunkan gelombang otak dari Alpha ke Beta dan Tetha adalah cara tepat untuk meredakan ketegangan urat syaraf.

Beberapa tahun yang lalu, Rhonda Byrne mengagetkan dunia dengan buku best seller berjudul The Secret. Byrne mengumpulkan pendapat – pendapat para pakar untuk mengajak kita menyingkirkan seluruh pikiran negatif, lalu menggantikannya dengan pikiran positif yang dipenuhi harapan – harapan tentang hasrat manusia. Metode yang digunakan adalah law of attraction. Pikiran – pikiran yang positif akan menarik hal yang baik dan pikiran negatif akan menarik hal – hal yang buruk. 

Selain Ipho Santoso yang mengagas cara berpikir otak kanan, di Indonesia lalu muncul Erbe Sentanuyang memperkenalkan Quantum Ikhlas yakni cara berpikir yang mengandalkan kedahsyatan ikhlas dan penyerahan diri penuh kepada Yang Maha Kuasa. Ketika berada di zona ikhlas kata Erbe, manusia akan memiliki hati penuh syukur, lebih arif dan lebih dekat dengan Tuhan. 

Selanjutnya ada Dedy Susanto yang menulis buku Pemulihan Jiwa sebanyak enam edisi. Dedy mengkompilasi semua metode tentang berpikir positif, ikhlas dan syukur. Intinya adalah, pikiran buruk dan kacau membuka jalan kepada keburukan dan kekacauan lanjutan, demikian pula dengan pikiran – pikiran yang baik. Dedy juga bicara tentang magnet kekayaan dan apapun pencapaian manusia dengan cara berpikir yang benar.

Reza AA Wattimena, Dokter Filsafat dari Universitas Filsafat Muenchen, Jerman menawarkan solusi hidup bahagia lepas dari penderitaan dengan cara tidak berpikir sama sekali. Metode ini terdengar aneh, tapi coba simak penjelasan Dosen Unika Widya Mandala Surabaya ini: Kita harus melepaskan kecanduan berpikir. Kita harus juga melepaskan kelekatan pada pikiran. Jalan ini menarik untuk dicoba, yakni kembali ke keadaan alamiah kita sebagai manusia sebelum segala pikiran muncul. 

Masih Reza: Saya sudah mencobanya, dan saya merasakan kejernihan yang luar biasa di dalam berpikir dan bertindak. Saya tidak hanya lepas dari segala bentuk penderitaan batin, tetapi juga bisa menolong orang lain yang membutuhkan, sesuai dengan kemampuan saya. Konsep ini bukan sekadar teori tapi laku hidup nyata. Buahnya bukan hanya kecerdasan, tetapi kedamaian, kejernihan dan kebijaksanaan yang sejati. Anda tertarik mencoba?

Reza menggunakan metode Zen yang identik dengan Budha Mahayana, tapi Islam bisa memakai cara Sufi dengan mendalami ilmu Tasawwuf. Sementara dalam Nasrani kita mengenal Biawaran dan Biarawati. Mereka adalah orang – orang yang melepaskan diri dari pikiran kusut duniawi, bahkan melepaskan dunia sama sekali, sehingga mereka hidup bahagia tanpa beban. Jadi, berhentilah berpikir.!~MNT

Comments