Jack Ma dan Sumur Zamzam



Oleh Muhammad Natsir Tahar

 #Trilogi Kopi 3

Dan tidak ada bangsa di dunia yang melewati masa – masa emas - golden age – berketerusan. Bangkit, terpuruk, tidur panjang, zaman kegelapan, aufklarung, stagnasi, bahkan kuldesak atawa jalan buntu akan menghampiri setiap tamadun baik secara zigzag atau linier. Mereka hadir dalam bentuk romansa, kekinian dan ekspektasi.

Genius – genius peminum teh di Hangzhou nyaris seluruhnya tertambat di masa lalu, dalam bentangan panjang yang pelan, dimulai dari filsuf Konfusius, seratus tahun sebelum Socrates hingga kejayaan Dinasti Song yang melahirkan banyak genius. Rezim otoriter kemudian mengekang kreatifitas sehingga tidak tersisa orang Hangzhou yang secerdas moyangnya. Kecuali satu: Jack Ma.

Hal lain yang didakwa sebagai penyebab tertambatnya tunas – tunas Hangzhou dalam arus global adalah bahasa. Tulisan Mandarin atau sejenisnya terdiri dari ribuan karakter atau ideogram. Hal demikian menurut Eric Weiner menyebabkan banyaknya ruang serebrum yang dibutuhkan untuk mengingat semua karakter itu, hanya sedikit tersisa neuron bebas untuk berpikir kreatif. Tidak seperti bahasa Inggris atau Prancis, misalnya, bahasa Cina tidak membuka diri terhadap improvisasi atau kata. Karakter itu, berarti karakter itu.

Jack Ma mungkin tidak sejenius kakeknya Su Tungpo atau Shen Kuo, tapi dia mengeram telur kreatifitas masa lalu dan menetaskannya bersamaan dengan kreatifitas kekinian. Ma adalah salah satu taipan terjaya di China dari kedai digital Ali Baba yang tak terkalahkan.

Ia adalah “Steve Jobs” berkulit kuning yang tidak terlalu taklid pada romantisme teh, sesekali atau banyak kali, ia menyesap kopi Amerika. Dengan nilai kekayaan USD 3 miliar, Ma menjadi berani untuk blak - blakan bagaimana kreatifitas Hangzhou terhambat oleh pengekangan rezim.

Dengan berat hati harus dikatakan, bahwa kopi adalah pemenangnya. Eropa tidak akan cukup dibangkitkan dengan teh yang reaksi kafeinnya beringsut, karena Eropa yang kolot – seperti menuding semua ilmuan sebagai tukang sihir dan mengejar – ngejar Galileo karena mangatakan bumi bundar sekaligus mengelilingi matahari - butuh bergegas sebelum langit runtuh.

Lalu siapa pahlawannya? Mereka adalah jenius – jenius bersurban,  penunggang unta, dan di bawah buminya yang tandus mengalir mata air ajaib: Zamzam.
  
Kopi itu tidak serta merta turun dari ketinggian untuk membangunkan Eropa. Pada 1000 SM, saudagar Sahara membawa masuk biji kopi dari Ethiopia ke Timur Tengah dan membudidayakannya pertama kali dalam sejarah. Kopi awalnya dibuat di Yaman sekitar abad ke-9 untuk membantu kaum Sufi tetap terjaga hingga larut malam.

Pada 1453, Ottoman Turki memperkenal minuman kopi di Konstantinopel. Di sana dibuka kedai kopi pertama di dunia bernama Kiva Han pada tahun 1475. Pada 1511, kopi dianggap minuman yang suci oleh Sultan Mekah sebagai tindak lanjut dari aksi Khait Beg yang ingin melarang peredaran kopi.

Dan pada 1600, Paus Clement VIII mengizinkan pengikutnya untuk meminum kopi setelah timbul berbagai perdebatan karena minuman ini berasal dari imperium Ottoman. Pada tahun yang sama, minuman kopi masuk Eropa lewat pedagang Venesia. Dan jreeng.!!

Setelah syaraf- syaraf Barat terjaga mereka langsung menjadi pembelajar, membaca sangat banyak kitab – kitab yang ditulis ilmuan dan filsuf Muslim, di antaranya Ibnu Rushd (Averroes), yang menelaah Aristoteles dan mempengaruhi filsafat Thomas Aquinas. Kemudian Dokter Ibnu Sina (Avicenna), penulis The Book of Healing dan The Canon of Medicine yang menjadi kitab wajib ilmu kedokteran Barat.

Ada sederet ilmuan Muslim dan ratusan temuannya yang dipakai dunia dengan mudah diperoleh dari mesin pencari Google. Mereka rerata hidup ratusan tahun sebelum Eropa memulai renaisans. Sebagai kenyataan yang tak terbantahkan bahwa kopi yang ditemukan bangsa Arab sekaligus kitab – kitab yang ditulis para jeniusnya punya andil besar atas kebangkitan dunia Barat.

Jenius tingkat utama dan pertama di Sahara adalah Nabi Muhammad SAW, kepadanya diturunkan Alquran yang kemudian menjadi embrio ilmu filsafat, astronomi, kedokteran, geologi, fisika dan seterusnya. 

Sebagai misal, William Harvey baru menemukan denyutan jantung pada abad ke – 17, sedang Alquran sudah mengisahkannya seribu tahun lebih dahulu. Atau peredaran bumi pada garis edarnya, sudah tertulis dalam Alquran jauh sebelum Galileo terancam nyawanya.

Sementara dalam buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, ilmuan NASA, Michael H. Hart punya alasan yang kuat untuk menempatkan Sang Jenius Muhammad di urutan pertama, yang kemudian diikuti Isaac Newton – sang jenius dan pecandu kopi nomor satu di Inggris -  dan seterusnya.

***

Kejeniusan di Hangzhou dan Gurun Sahara kini lebih banyak menjadi romansa. Seperti kata Jack Ma: kreativitas itu telah terpasung. Lalu siapa pula ilmuan Muslim abad 21 yang dapat disejajarkan dengan moyangnya? Sejak bermandikan tuah Petro Dollar, tidak ada lagi genius – genius Padang Pasir yang mencuat di atas labirin, mereka lebih sibuk membangun tonggak – tonggak pencakar langit seperti Burj Khalifa.

Sumur Zamzam adalah keajaiban, tak pernah kering di bawah gurun tandus meski miliaran manusia sudah meminumnya. Molekul – molekulnya mengandung keajaiban dari sisi medis dan spiritual. Demikian pula keajaiban Alquran yang menjadi penuntun dan ilham pada filsafat Islam.

Ada benang merah sejarah yang menghubungkan filsafat Timur, Barat dan Islam. Dari semua itu, Melayu ada di persimpangan peradaban dan kejayaan filsafat tiga kutub sebagaimana yang sudah diulas dalam trilogi ini. Adakah alasan untuk tidak sejajar dengan mereka atau bangkit bersama? ~MNT



Comments