Minum Teh Dulu Sebelum ke Gurun Sahara



Oleh Muhammad Natsir Tahar

Trilogi Kopi #2

Kopi telah dicatat sebagai hulu ledak genius – genius Eropa ketika zaman kegelapan berakhir. Teori The Black Swan- Nassim Nicholas Taleb, mendapat pembuktiannya di sini, tentang sesuatu yang tiba – tiba, serentak sekaligus besar dan berefek luar biasa bahkan dari Eropa bergerak ke Amerika.

Bagaimana bisa sekumpulan jenius berkumpul di satu tempat, menyesap minuman serupa, pada masa yang sama dengan pengaruh yang mendunia. Inilah keajaiban Renaisans. Keajaiban kopi salah satunya.

Lalu apa hebatnya mengelu-elu para pendekar Renaisans? Tentu saja sangat berhubungan, karena mereka adalah pelaku sejarah yang menggerakkan dan mempengaruhi cara berpikir peradaban, dan kopi – kopi itu diangkut dari bumi Indonesia, sedikitnya seperti yang dibongkar dalam buku Max Havelaar. Satu lagi, mereka pelahap kitab – kitab dari Athena Kuno, tempat Aristoteles pernah lahir. Lalu apa hubungannya?

Aristoteles adalah guru Iskandar Zulkarnain – nikmati dulu kesamaan ini – yang disebut Eropa sebagai Alexander The Great dari Macedonia, Yunani. Hah, terus? Iskandar Zulkarnain dengan gagah perkasa tertulis dalam kitab sejarah, telah menurunkan Sang Sapurba, yang kemudian membangun dinasti di tanah Melayu dan Minangkabau. Maka jangan pernah berpikir untuk memisahkan Yunani dengan Melayu. Alamak!

Hei para pecandu kopi duduklah di situ, karena sekarang giliran penghirup teh. Nikmati saja gelinjang adrenalin yang memacu itu, tapi perlakukan pula dengan adil orang – orang yang meminum teh. Kopi memang telah membuat orang berpikir lebih cepat, tapi ketahuilah, teh akan membuat Anda berpikir lebih dalam.

Eric Weiner dalam merampungkan bukunya The Geography of Genius telah membuat ekspedisi ala Marco Polo ke kota kuno Hangzhou di Jazirah Tiongkok. Membuatnya tak berhenti terkesima atas keelokan dua kutub, dalam studi komparasi Barat dan Timur. Orang Barat kata Weiner, telah mencari sentakan kilat kafein kopi dan kilasan – kilasan wawasannya yang bersicepat, sementara di Timur, mereka meminum kafein dari teh yang lebih lambat sehingga mengambil tinjauan yang lebih panjang.

Di Hangzhou, ia segera menemukan pintu ke masa lalu, menyasar ke Dinasti Song yang terentang antara 1276 SM sampai 969 SM. Hangzhou setara dengan Florence di abad pertengahan dan lebih dahulu unggul seribu tahun. Ketika bangsa Eropa masih sibuk mencabuti kutu rambut dan bertanya – tanya kapan abad kegelapan akan berakhir, Cina – bangsa peminum teh itu -  sudah sibuk menciptakan, menemukan, menulis, melukis, dan memperbaiki kondisi umat manusia secara umum.

Melebihi apa saja yang diketahui dunia tentang Cina: uang kertas, bubuk mesiu, kembang api dan kapal – kapal raksasa. Menjejakkan kakinya di Hangzhou, Marco Polo asal Venesia itu, mendadak merasa seperti orang kampung. Hangzhou sudah modern pada masanya, tapi tak ada yang tersisa kini, semua berganti ultramodern.

Lalu siapa Voltaire-nya? Hangzhou kuno memiliki gubernur bernama Su Tungpo. Semua orang Hangzhou modern masih mengenangnya, ia abadi dalam tubuh sebuah patung berlapis emas, sempurna dalam segala hal dan menjulang ke langit.  Gubernur Su adalah seorang penyair, pelukis, penulis reportase, dan insinyur.

Puisi – puisi Su melompati zamannya, dari berkutat pada diksi – diksi ketuhanan, puisi itu melebar hingga mampu mengkomunikasikan banyak hal. Semua bermula dari keterkagumannya pada banyak bidang, pada bintang – bintang dan semesta lainnya. Itu adalah tema yang selalu muncul dalam puisinya yakni perasaan takjub yang diyakini Su seperti juga Yunani, berada di jantung semua kajian ilmiah.

Kata Weiner pula, kekaguman mendalam yang tak pernah hilang adalah aspek penting dari kejeniusan. Banyak pakar fisika terhebat – Max Planck, Werner Heisenberg, Hans Bethe – mengatakan mereka menemukan inspirasi bukan dalam laboratorium, tapi dengan menatap pegunungan Alpen yang menjulang, atau seperti Su, menatap langit bertabur bintang.

Menatap langit bertabur bintang, mengagumi alam semesta, memikirkan kejadian penciptaan bumi dan langit. Itu juga yang pernah dilakukan oleh Ibrahim dan disarankan dalam ayat – ayat Islam untuk selanjutnya mengagumi Yang Maha Esa. Ibrahim adalah Bapak Para Nabi yang terlahir seluruhnya di jazirah Arab. Peradaban serta kegeniusan pemikir Islam juga muncul dari sana.

Rangkaian tulisan ini akan menjadi trilogi tentang kedigdayaan para peminum kopi yang mewakili belahan dunia Barat, kemudian teh mewakili Timur, dan terakhir kegeniusan lain sekaligus unik yang muncul dari Gurun Sahara, Timur Tengah. Tidak mudah menemukan minuman macam apa yang akan menyetrum sel – sel otak para cendikia Islam? ~MNT



     








Comments