Ultra Apolonia

Ilustrasi: www.fubiz.net




Oleh Muhammad Natsir Tahar

Karena dihasut Nietzsche yang berfilsafat dengan esai-esai puitisnya, hari-hari ini saya mulai terobsesi untuk menerjemahkan tulisan-tulisan saya ke dalam bahasa puisi, dengan ekspektasi: semoga masih ada tempat untuk puisi-puisi bertema filsafat. Dimulai dari berikut ini:


Ultra Nasionalisme

tarik mundur bola kristalmu
berhentilah di bentang paling debar
kita adalah kembara megalitikum
siapa kau di tanah ini
siapa cepat
dapat
bisa saja tungkai leluhurmu tersesat

nasionalisme perisaimu
primordialisme versi jumbo
atau xenofobia level aman
bertolaklah ke meteor
kan kau temukan
sebagai misal: manusia bumi terancam UFO
lalu kau sampai ke level nasionalisme bumi
nasionalisme tata surya, bima sakti, andromena
lubang cacing
semesta raya tuhan
bahkan tangan kirimu adalah nasionalisme itu
ketika ia mulai cemburu
saat kau sibuk menghiasi kananmu
dengan cincin ruby
dan rolex legendary luar negeri

nasionalisme kau bilang?
jangan sesat ajar sebatas kau benteng istana
atau tentara suci paling langit
sementara halaman belakang mu
sudah diukur toke rumah peri
yang ujung rambutnya dihinggapi salju dari timur utara
dan lambung emas kuning ke hitam
tak usai di bawah hunusan
para pemilik sepasang mata safir

kepallah nasionalisme mu sebatas kau terlihat normal
ultra nasionalisme yang kurang periksa
tak baik untuk tetanggamu
masihkah kau dengar notifikasi dari silicon valley?
sudahkah kau intip corvus glaive?
putra angkat thanos yang paling girang membakar bumimu
dan, nasionalisme mu mulai bicara tentang angkasa

MNT @Batam, 1 November 2018



Stunting Milenial

busung lapar itu bunyi arkais
bagaimana kalau stunting?
biar nuansa kita kekinian
jadi pelor angin kawan partisan
padahal kita mengisi teka teki silang
yang persis dengan tanah jajahan
di perut kerdil kurang gizi
generasi tik tok sana kemari

stunting milenial
julukanmu sudah keren begitu
jangan-jangan kau salah unduh
dan emakmu tak ngambil kuliah gizi
ayahmu sibuk melinting pucuk ubi
jadi asap nikotin hari ini
aku marah, kau tunjuk juga muka pemerintah

belanda telah pergi
bagaimana bisa tongkat kayu ayahmu
gagal jadi umbi
dan telaga susu emakmu tetes terakhir sisa lebaran
aku purbasangka
di mana ayah dan emakmu menyita protein
sebagai bahan baku bakar
tiga menit sebelum kau disemburkan

sekarang kuberi kau tugas kesatria
berteriaklah sekeras bajingan
sampai bunyi parau busungmu
didengar menteri kesehatan
lalu memikul segoni beras impor di depan buaianmu
dan presiden pula mengirimkanmu sepeda nirliterasi
biarpun aku amat kuatir otak kurusmu tak mampu
menghapal nama-nama ikan seenteng itu
apa lagi mengayuh hadiah
dengan perut kerdil tanah jajahan

MNT @Batam, 1 November 2018



Demokrasi Apolonia

pada dahulu kala
benak kita diikat besi bara
manusia menginjak manusia
titisan dewa maka raja
demikian buzzer mitos berkata

sampai monarki jadi tirani
republikan jelma rupa diktator
aristokrasi kehendak filsafat
ikut berubah oligarki
sampai benak-benak dilecut
meronta hingga belenggu lepas
semua kepala bisa menjadi
jika sudah begini
tak ada yang elok selain demokrasi
jasad beroleh mahkota raja
tapi ruhnya apolonia

sudahkah kau dengar apa apolonia?
mereka jelata dewa apollo
taat buta hingga ke darah
demokrasi di bibir kaum penyembah
ritus pemilu seolah-olah
dan kotak suara
yang melompat dari punggung sirkus
mereka bela sampai mampus

demi remah roti julius caesar
kaum penyembah rela ditebar
berteriak selantang setan spartan
apolonia tak lebih dari angka-angka peternakan
dan nietzsche menertawaimu sampai gila

aristoteles dan nietzsche saling sesat
tapi demi demokrasi keduanya sepakat
apolonia tak kan pernah bisa demokrasi
rusak zaman dibuatnya nanti


MNT @Batam, 1 November 2018



Comments