Melaka Venesia Amerika


Ilustrasi: res.cloudinary.com


Oleh Muhammad Natsir Tahar

Di bawah matahari yang sama sejarah akan berulang. Tapi di bawah lintasan kosmos yang sama sejarah tidak selalu linier, ia bahkan terbalik. Di abad ke 15 siapa yang kenal Amerika, jika tidak ada pria tersesat bernama Christopher Columbus.

Maksud hati mencari Melaka, namun armadanya terhalang sebongkah daratan besar bernama Amerika. Sampai ajalnya tiba, Columbus tetap menganggap Amerika sebagai Asia dan sebentar lagi akan tiba di Melaka.

Melaka dan Amerika tidak hanya soal silabel ka yang sama. Tapi Amerika telah berutang sejarah kepada Melaka. Karena mencari Melaka lah Amerika ditemukan, meski Columbus bukan penemu pertama dan tidak pula memberi nama, ia hanyalah armada yang tersesat.

Alkisah imperium Ottoman atau Kekhalifahan Usmani meninggalkan jejak peradabannya di Eropa Barat terutama Andalusia (Spanyol), tidak hanya soal agama dan budaya, tapi juga soal rasa. Aroma dan gurih rempah begitu melekat di lidah Eropa, tapi untuk mendapatkannya mereka harus melewati kartel Ottoman dan tidak murah. Cengkeh dan pala pula adalah penghangat tubuh paling jitu di musim salju. Selain emas, rempah adalah komoditas paling dicari, ketika tekstil, mesin – mesin, dan minyak bumi belum masuk bursa.

Begitu kekuasaan Ottoman berakhir, mereka memutuskan untuk mencarinya sendiri. Armada pencarian rempah pun dimulai. Alfonso de Albuquerqu dari Portugal berlayar ke Timur, tapi Columbus dari Italia –dengan doktrin bumi bulat- memulai pelayaran ke Barat. Columbus tiba di Amerika pada 12 Oktober 1492, yang didanai Ratu Isabella dari Kastilia Spanyol setelah sang ratu berhasil merampas Andalusia dari imperium Ottoman.

Alkisah di zaman itu, Melaka adalah pusat dagang dunia. Seluruh penjuru sedang mencarinya. Bila dunia bicara rempah, maka Melaka adalah episentrum. Tome Pires, seorang petualang dari Portugal yang menyertai misi Alfonso dalam jurnalnya pada 1515 menyebut: semua kontak dagang antarbangsa dan seluruh urusan perniagaan harus dilakukan di kota Melaka. Siapapun yang menguasai kota Melaka pasti bisa mengalahkan kehebatan Venesia.

Venesia pula adalah negara paling kaya di dunia yang ditopang oleh pelbagai institusi ekonomi inklusif tercanggih pada zamannya. Negeri ini terletak ujung utara laut Adriatik, Italia. Ia kemudian melahirkan Marco Polo (1254 – 1324)  yang pernah menjelajah dunia jauh sebelum ekspedisi-kolonialisasi rempah. Marco Polo pernah melaporkan, ia telah melihat Unicorn (kuda bertanduk satu dalam mitologi Yunani) di Sumatera, dan ternyata itu adalah badak bercula satu.

Menurut Daron Acemoglu-James A. Robinson dalam buku Mengapa Negara Gagal,  pada 1082 Venesia memiliki hubungan dagang yang sangat erat dengan Imperium Ottoman, yang dalam waktu singkat di Konstantinofel (Turki) telah dibangun pemukiman Venesia yang dihuni 10 ribu warga. Venesia lalu melejit menjadi penguasa tunggal perdagangan rempah, budak dan manufaktur berkualitas tinggi di sebentang Mediterania.

Kita dapat mengatakan bahwa Melaka, Venesia dan Konstantinofel adalah negeri – negeri jaya di masa lalu. Bila laju sejarah bergerak secara linier, maka ketiga kota ini akan berada di puncak peradaban dunia. Namun kenyataannya terutama Venesia dan Melaka hari ini adalah kota yang redup dan menjelma menjadi museum sejarah untuk mengenang romantisme silam.

Dalam hipotesa dan catatan-catatan penyebab negara gagal, Venesia telah meruntuhkan dirinya sendiri yang ditandai dengan hiruk pikuk debat politik dan amandemen konstitusi pada 1286. Namun secara umum, kecamuk kekuasaan dan tangan – tangan tiran yang membentuk kebijakan ekstraktif-totaliter telah menjadi penyebab runtuhnya banyak negara di masa lalu, dan negara-negara Afrika di sepanjang peradaban, kecuali Botswana.

Sementara Melaka selain bernafas feodalisme dan ekonomi eksklusif, negeri ini telah dilantak sedemikian rupa oleh kekuatan senjata Eropa. Tidak cukup melumat Melaka sebagai etalase perdagangan rempah dunia, Portugis kemudian menembus ke hulu, tepat di jantung perkebunan rempah dunia: Kepulauan Maluku. Mereka melakukan genosida di Kesultanan Tidore, Ternate, Bacan dan Kepulauan Banda untuk menjadi kendali utama.

Mari kita lihat Kepulauan Britania atau Inggris. Sebelum menerima mahkota revolusi industri, negeri ini adalah sudut tak penting yang berabad-abad menangis  dalam jajahan imperium Romawi. Dipicu oleh mesin uap yang pertama kali berdentang di lembah penambangan batu bara, Inggris bergegas menciptakan mesin-mesin untuk menguasai dunia. Tanpa ini, Inggris dan Melaka sama – sama punya daya dorong yang pelan untuk beradu: Lingua Franca siapa yang paling bisa menguasai dunia.

Faktor manusia menjadi demikian penting untuk membelokkan sejarah. Inggris membentuk imperium Britania Raya terbesar dan terakhir setelah Romawi dan Ottoman. Koloni – koloni Inggris di Amerika Utara dan Australia, tidak hanya dijadikan perkebunan dan tambang, namun juga adalah tempat mengekspor para penjahat atau orang tahanan.

Dasar Anglo Saxon, walaupun mantan penjahat tapi mereka tetap unggul. Para penjahat di tanah buangan ini berbaur dengan para pedagang dan serdadu yang menetap, membangun kekuatan ekonomi mereka sendiri yang inklusif. Lalu menjadi kekuatan politik yang dahsyat untuk berpisah dengan induk semangnya, sehingga berdirilah negara Amerika Serikat dan Australia.

Kunci kemajuan Inggris, dengan anak kandungnya Amerika dan Australia, yang kemudian disusul Perancis yang melahirkan Kanada (bekas koloni dan keturunan Perancis di Amerika Utara) adalah adanya tatanan ekonomi inklusif, yang memberi kesempatan kepada semua warga negaranya untuk bebas tanpa hambatan membangun ekonomi privat, rumusan upah yang bermartabat, serta melindungi hak milik setiap warga negara. Model ekonomi inklusif menurut ekonom Joseph Scumpeter memicu penghancuran kreatif. Apa itu penghancuran kreatif? Kita akan bahas nanti. ~MNT  













Comments