Menunggangi Cahaya



Ilustrasi: ggpht.com


Oleh Muhammad Natsir Tahar

Dunia memang selalu tampak aneh. Ada keanehan yang dibuat-buat dan bisa ditebak. Ada keanehan kronik dan menahun yang diacuhkan atau dipelihara. Ada keanehan super dan mengejutkan. Ada pula keanehan-keanehan yang sebetulnya tidak aneh tapi kita terlanjur terheran-heran. Kita yang terheran-heran itu adalah bentuk keanehan lain pula, karena mengapa bisa terheran-heran.

Kita lahir dalam keadaan aneh dan diselubungi keheranan. Seorang balita melihat heran ke arah lalat yang bisa terbang. Lalat itu lebih heran lagi, melihat anak manusia dan seluruh manusia bergerak sangat lamban. Seperti The Flash melihat orang-orang di sekitarnya menjadi slow motion. Semakin cepat, semakin manusia tampak tak bergerak meskipun sebenarnya ia sedang berlari.

Lalat punya waktu satu minggu untuk mati. Waktu satu minggu bagi lalat barangkali sama dengan beberapa tahun bagi manusia, karena konsep waktu adalah relativitas. Sehingga lalat bergerak dan melakukan aktivitas dengan sangat cepat. Bagi lalat itu tidaklah cepat, dan biasa saja sederhananya seperti seorang multitasking yang memadatkan waktu satu jam untuk 10 aktivitas, ketika manusia lainnya hanya berkutat pada satu aktivitas. Lalat – lalat memadatkan waktu tanpa mereka sadari.

Cahaya memiliki kecepatan 300.000 kilometer per detik dan mengandung konsekuensi logis pada banyak dimensi. Fisikawan George Gamow meminta kita membayangkan cahaya hanya memiliki kecepatan sangat rendah, 40 kilometer per detik, untuk memungkinkan manusia mampu menciptakan kendaraan secepat itu. Ketika manusia telah sejajar dengan kecepatan cahaya, maka dunia akan terlihat ganjil, semua tampak termampatkan dalam satu jendela lingkaran yang amat kecil dan tetap berada di depannya.

Semua yang tampak aneh dan membingungkan dalam prediksi sains itu ternyata benar adanya, karena teori relativitas dapat dibuktikan dengan matematika sederhana dan bukan ilusi optik. Kecepatan adalah jarak dibagi waktu dan menurut Albert Einstein, setelah sejajar dengan kecepatan cahaya, itu –sepertinya- akan menjadi kecepatan yang terakhir.

Dengan demikian secara sains, Einstein dapat menjelaskan apabila seseorang menunggangi cahaya atau setara dengan kecepatan cahaya, ia hampir tidak bertambah tua sama sekali. Ini terbukti dengan jam super akurat di dalam pesawat yang akan melambat dibandingkan dengan jam diam, dan terus melambat atau hampir berhenti ketika kecepatannya mendekati laju cahaya. Kapan? hanya ketika ia mampu mengelilingi bumi tujuh kali dalam sedetik. Itu setara dengan kecepatan cahaya.

Melewati satu perjalanan relativistik menunggangi cahaya, dalam beberapa jam, seseorang akan kembali ke bumi dan terheran-heran melihat rekan sebayanya telah menua berpuluh-puluh tahun.

Beberapa film sci-fi mencoba mengabaikan Hukum Relativitas Einstein dengan episode perjalanan lintas galaksi dengan tetap sebaya antara yang dikunjungi dengan yang mengunjungi. Fisika quantum memastikan tidak ada jalan untuk itu kecuali mereka menembus Lubang Cacing (semacam jalan pintas ruang dan waktu) seperti tampak ketika Thor menuju ke bumi dari planet Asgard.

Misteri di dunia terungkap dari keheranan. Perbukitan Toscana adalah puncak keheranan Einstein muda ketika letupan-letupan kegeniusannya mendobrak cara pandang fisika usang dan melihat dunia dengan cara berbeda, dengan tingkat keheranan super. Di bukit ini juga, 400 tahun sebelum itu, genius lainnya Leonardo da Vinci ingin menembus angkasa lalu kemudian mengalami depresi karena terperangkap di abad ke-15.

Tidak kah kita heran melihat awan yang mengapung? Tidak heran sebab bagi kita awan itu ringan dan dapat terbang tanpa perlu melawan gravitasi. Namun yang terjadi adalah Tuhan telah mengatur gaya hisap gravitasi. Bagaimana bila gravitasi bumi meningkat hingga 3.000 kali lipat, semua bangunan akan rata dengan tanah, besi dan batu-batu sekeras apapun akan menghancurkan dirinya menjadi partikel-partikel yang terhisap.

Jangan bayangkan ada pesawat yang bisa terbang, bahkan pada tingkatan tertentu, cahaya yang maha cepat dan selalu bergerak lurus dari titik landasannya, akan membengkok. Di Lubang Hitam (Black Hole), cahaya yang amat perkasa dan cepat itu –sebagai bahan baku untuk menciptakan malaikat- akan ikut terhisap. Di sini konsep ruang dan waktu akan lenyap, setidaknya dari pengamatan Hukum Fisika yang kita pelajari. Makin aneh saja.

Untuk menjadi heran, tak selalu dengan berimajinasi melintasi galaksi sejauh miliaran tahun kecepatan cahaya, bahkan tubuh kita sendiri adalah tempat letaknya keheranan yang tak sudah-sudah. Kita katanya adalah serpihan jadi-jadian dari ledakan supernova pada bintang yang telah padam.

Nitrogen dalam DNA kita, kalsium di gigi kita, besi dalam darah kita, karbon yang melimpah di sekujur tubuh kita adalah bagian dalam bintang yang tengah runtuh. Kita adalah bintang. Dan kita adalah pemenang, setidaknya dari 40 juta sel sperma yang disemburkan dalam sekali ejakulasi, hanya kita yang menjadi orang. Heran? Terakhir, ada dua cara agar tidak lekas tua: mengejar cahaya atau menjadi lalat. ~MNT




Comments