Captain America Teddy Bear

Teddy Bear: amazon.com




Oleh Muhammad Natsir Tahar

Seorang pria kurus minta ampun lagi pendek dengan catatan kesehatan buruk, Steve Rogers namanya, mengajukan diri untuk bergabung dengan militer Amerika di saat genting Perang Dunia II (1942). Tentu saja ia ditolak dan diejek terutama oleh kolonel tua bernama Chester Phillips.

Usai berkali-kali mencoba dan gagal, Rogers akhirnya lolos seleksi barkat bantuan Dr. Erskine yang melihat kebaikan di hati Rogers. Itu terbukti pada saat sang kolonel melemparkan granat palsu ke arah barisan, ketika yang lain terbirit, Rogers dengan gagah berani menyeret tubuh lemahnya untuk mengimpit granat itu, agar yang lain tak terkena ledakan. Dr. Erskine di atas angin, tapi sang kolonel melengos, “tetap saja dia kurus”.

Padahal pula, melihat peristiwa epik sebegitu, Peggy Carter seorang agen British cantik rupawan matanya berbinar. Rogers tidak yakin wanita itu benar-benar akan mengajaknya kencan, karena tidak ada wanita yang sudi berdansa dengan pria yang bisa diinjaknya.

Dr. Erskine memilih Rogers sebagai kelinci percobaan teknologi terbaru militer Amerika yang bisa mengubah tubuh seseorang separah itu sekalipun dengan memanipulasi gen dan ototnya, menyulapnya menjadi manusia super tinggi besar. Demikian alkisah Captain America waktu masih culun dalam film Captain America: The First Avenger (2011).

Ada yang seperti Captain America bahkan lebih menyedihkan dan nyata. Selain kurus dan kecil, ia adalah bagian dari enam generasi yang mewarisi pelbagai penyakit degeneratif parah. Sejak lahir ia sudah mengalami serangan asma bronkial yang disebabkan pembengkakan selaput lendir dengan sekresi yang akut. Ia juga rabun dan tulang – tulangnya begitu rapuh. Dengan napas satu-satu yang berat, ia menarik selimutnya untuk tertidur dan bangun atau tertidur selamanya.

Pria ini kemudian dikenal sebagai Teddy Sang Pemburu. Teddy yang melakukan lompatan mutan dari tubuh kanak – kanak rapuh berpenyakit menjadi pemuda super kinetik. Ia menindas titik lemahnya sebagai inti kekuatan. Bahkan ia tak terhentikan meski sudah pada pencapaian sempurna: sebagai inspirator Teddy Bear. Boneka beruang lucu yang menjadi teman anak-anak sedunia.

Saya pernah melihat beruang ini berperan sangat baik dalam film A.I. Artificial Intelligence (2001), sebagai mainan usang yang bisa berbicara dan berpikir, tapi sudah dianggap kuno dibanding seorang anak lelaki robot bernama David yang tanpa cela untuk dibilang sebagai anak manusia.

Balik ke Teddy Sang Pemburu. Ketika itu di hutan Mississippi, ada beberapa pemburu yang saling berkompetisi, dan sebagian besar sudah mendapat buruannya, sementara Teddy belum. Pembantu Teddy berhasil menggiring dan mengikat seekor beruang hitam yang terluka di pohon Gandarusa setelah pengejaran yang panjang dan melelahkan. Mereka memanggil Teddy dan menyarankan untuk menembaknya. Namun Teddy menolak atas alasan tidak sportif dan meminta agar hewan tersebut dirawat saja ketimbang dimatikan untuk alasan senang-senang.

Kisah dramatis ini pun tersiar kemana – mana dan menginspirasi para kreator untuk menciptakan boneka Teddy Bear. Boneka ini pertama kali dibuat secara simultan oleh pengrajin mainan Morris Michtom di Amerika Serikat dan Richard Steiff di Jerman pada awal abad ke-20. Boneka Teddy Bear menjadi mainan ikonik, lalu disebarkan ke dunia dalam cerita anak, lagu dan tentu saja difilmkan.

Tapi Sang Pemburu kurang suka dipanggil Teddy, lebih senang disebut T.R sebagai singkatan dari Theodore Roosevelt. Nama ini kemudian mengabadi pada sebuah kapal induk pesawat tempur Amerika Serikat : USS Roosevelt.

Selain dikenal sebagai inspirator Teddy Bear, ia juga merangkap sebagai Presiden Amerika Serikat (1901 – 1909) terbaik sepanjang masa dan menjabat dua kali. Sebagai presiden, ia menjadi penengah antara faktor-faktor ekonomi yang bertentangan di Amerika, terutama antara golongan majikan dan buruh. Menjamin keadilan bagi setiap orang dan tidak bias atau berat sebelah.

Sebagai pemimpin rakyat, T.R harus mengambil semua cara demi kepentingan rakyat kecuali tindakan-tindakan yang dengan tegas dilarang hukum atau konstitusi. Presiden Theodore Roosevelt menjaga supaya perusahaan-perusahaan besar tidak sampai mempermainkan politik dan ia memaksakan pembubaran konglomerasi yang melanggar undang-undang antimonopoli.

Pada 1905, T.R memenangkan hadiah Nobel Perdamaian karena berhasil mengakurkan Rusia dan Jepang yang sedang berperang. Ia juga tercatat sebagai presiden termuda dalam sejarah Amerika Serikat (42 tahun) selain sebagai pemburu, peternak, penjelajah, pecinta alam serta seorang prajurit, naturalis, dan penulis. Sebagai pencinta alam, ia menambah luas hutan dan memusatkan kepentingan umum dengan misalnya mengadakan proyek – proyek irigasi besar.

Ia dengan lebih giat melibatkan Amerika Serikat dalam politik internasional sebagai titik tolak melejitkan negara ini menuju adidaya. Sewaktu kampanye, seorang fanatik menembaknya di dada. Tapi bukan Teddy jika ia tak mampu mengatasi tubuhnya. Teddy meninggal dengan cara lain pada usia 60 tahun.

Daya juangnya dalam bangkit dari titik terlemah lalu kemudian menjadi presiden yang benar – benar memihak rakyat dengan adil adalah sebuah prototipe pemimpin yang patut ditiru. Tegas, efektif dan berbicara dengan lemah lembut adalah ciri khasnya.

Theodore Roosevelt sering mengutip sebuah peribahasa, berbicaralah dengan lemah lembut, tapi jangan lupa membawa pentungan yang besar. Meski orang Amerika membenci basa - basi dan sangat ekspresif sekaligus eksplisit, tapi ia selalu bisa mengendalikan mulutnya dari bicara kasar kepada rakyat apalagi mengeluarkan statement yang dapat menyakiti perasaan publik bahkan memancing kontradiksi__tanpa maksud menyindir Donald Trumph.

Akankah kita terutama penerus estafet kepemimpinan di negeri ini terinspirasi dari kisah heroiknya dan cara ia memimpin? Paling tidak hanya untuk menjadi setengah Teddy. Semoga. ~MNT

Comments