Optimisme 2021

 

Ilustrasi: fromthegrapevine.com



Oleh Muhammad Natsir Tahar

 

Tahun-tahun sulit selalu ada. 2020 adalah di antara yang tersulit. Dan berkah tidak datang telanjang. Ia bersama selubung yang kadang bikin bergidik. Ada pandemi, resesi global dan kondisi politik yang seperti remaja pubertas. Labil dan sensi.

Di antara berkah yang dapat kita lihat adalah zaman teknologi sedang dalam kedewasaan penuh. Ketika kita dikunci untuk memutus temali COVID-19, teknologi dilepas selepas-lepasnya.

Kita punya sifat lembam dan bernostalgia untuk menahan kebiasaan temurun, sementara teknologi saban hari membuat bid’ah. Meretas ketidakmungkinan dan keterkejutan baru. Zaman batu dikejutkan oleh zaman perunggu, kemudian besi, lalu mesin uap, lalu terperanjat dan gemetar pada zaman atom, terperangah oleh zaman teknologi ruang angkasa, lalu kini terkurung di bilik digital teknologi informasi dalam penjelajahan nirbatas. Kita bisa terkejut tiap hari.

Tahun tersulit ini melahirkan manusia-manusia penyintas yang kenyal. Orang bule menyebutnya resilience. Bahkan dijadikan disiplin ilmu yang khusus. Saya pernah mengambil kursus online Professional Resilence: Building Skills to Thrive at Work dari Deakin University selama dua minggu dengan biaya normal 74 dolar.

Ini menjadi berkah zaman teknologi informasi, saya bisa datang ke sejumlah universitas di Amerika, Australia dan terutama di Inggris hanya dengan laptop dan telepon genggam, kadang gratis kadang berbayar. Sejauh ini sudah ada 17 sertifikat internasional dari King’s College London, Coventry University (UK), University of Leeds (UK), University of Michigan (USA), Deakin University (Australia), University of Reading (UK) dan British Council (UK). Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kursus antara dua hingga enam minggu, dan diakhiri dengan tes untuk mendapatkan sertifikat.

Manusia – manusia resilience yang dimaksud adalah mereka yang memiliki skill khusus yang dapat menahan tekanan stress seperti bola karet yang ditekan, jadi pipih dan kembali ke bentuk semula. Kita sedang dalam kompleksitas tidak hanya lokal tapi global, sehingga kemampuan untuk tetap kenyal menjadi hal krusial.

Dan kita patut bangga menjadi Indonesia, yang rakyatnya lebih kenyal. Saya pernah mendengar Emha Ainun Najib dengan alunan satire menyebut bangsa kita punya ketahanan untuk melakukan pekerjaan yang tidak dilakukan negara jiran. Pekerjaan tersebut bersifat 3D yakni difficult, dangerous, dan dirty. Wajar tenaga Indonesia diimpor untuk melakukan hal ini.

3D dapat menjadi perkakas untuk lolos dari tekanan di masa – masa sulit. Tapi itu sebenarnya bisa distel. Pikiran kita selalu ajaib. Mungkin kita bisa terpaksa mengerjakan hal – hal sulit, tapi jangan pernah berpikir melakukan sesuatu yang berbahaya lagi kotor. Jangan pernah pikirkan, maka ia tak datang dalam hidup kita.

Tahun 2020 sebentar lagi pergi. Mungkin kita bangkrut tapi kita punya modal seperti buah surga yang rantingnya menjulur ke bumi. Yaitu optimisme. Badai pasti berlalu dan the show must go on.  Dahaga menyekik tenggorokan hampir sepanjang 2020, lalu kita melihat oase dalam bentuk vaksin Covid-19 dan optimisme ekonometrik.

Dalam minda yang paling positif, vaksin ini harus dapat menjadi solusi, bukan bibit bagi masalah baru. Di sini pemerintah dalam ujian, apakah ingin dicatat sejarah dengan tinta emas, atau coreng moreng rantai kegagalan.

Tahun 2020 juga adalah tahun politik. Demokrasi elektoral tetap dipakai meski ia tak pernah tumbuh dewasa. Seperti membiarkan kanak-kanak melakukan hal terbesar. Tidak ada jalan lain, kita harus melakukan ritual ini, untuk seolah-olah seperti ada siklus kepemimpinan.

Padahal yang lahir sebagai pemimpin sebenarnya adalah mereka yang menekuni profesi tertentu. Profesi sebagai politisi. Seperti yang lain tekun dalam profesi mengebor minyak di lepas pantai, atau menenun benang sutra. Sehingga bukan soal ganjil jika yang terpilih sebagai pemimpin apa itu di level nasional atau lokal, orangnya itu ke itu saja. Selain itu juga bisa ditekuni oleh anak, istri dan menantu sekaligus. Seperti bisnis rumahan. Legal memang, tapi bukan jalan politik etis.

Profesi politisi ada yang penuh dan sebagian besar paruh waktu, seperti tukang hore-hore. Yang abadi adalah oligarki. Mereka selalu bertengger di pucuk kekuasaan, ganti berganti. Oligarkis sejati adalah yang paling oportunis. Negara ini adalah ruang pengap seolah-olah, tidak ada celah untuk masuknya udara baru. Dikunci oleh nyanyi demokrasi dan oposisi ditodong untuk menjadi banci.

Optimis? Harus, jika memang tidak bisa terlalu banyak berharap dari Negara, anggap saja itu sebagai perusahaan jasa. Kita membeli jasa mereka melalui pajak. Lakukan saja pekerjaan yang bisa kita lakukan dengan kenyal. Terlalu banyak profesi lain selain politisi dan tukang hore – hore paruh waktu.

Tuhan tidak bermain dadu kata Einstein. Tuhan tidak berjudi, sehingga tidak ada yang kalah dan menang. Semua ada waktunya. Rezeki tidak tertukar. Mengambil sesuatu yang tidak halal dari kantong rakyat, akan tetap ada balasan pedihnya. Tetaplah optimis, tetaplah kenyal. Selamat datang tahun 2021, rayakan saja dengan resolusi paling tinggi, meski umur bumi sudah 4.543.000.000 tahun, dan ledakan pemula semesta 1.370.000.000.000 tahun lalu. ~MNT

Comments